Etika merupakan kesediaan jiwa akan kesusilaan atau kumpulan
dari peraturan kesusilaan. Etika merupakan norma dan aturan yang turut mengatur
perilaku seseorang dalam bertindak dan memainkan perannya sesuai dengan aturan
main yang ada dalam masyarakat agar dapat dikatakan tindakan bermoral. Sesuai
dengan moralitas dan perilaku masyarakat setempat.
Etika sendiri
dibagi lagi ke dalam etika umum dan etika khusus. Etika umum mempertanyakan
prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap tindakan manusia, sedangkan
etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungan dengan kewajiban manusia
dalam pelbagai lingkup kehidupannya. Dibedakan antara etika individual yang
mempertanyakan kewajiban manusia sebagai individu, terutama terhadap dirinya
sendiri dan, melalui suara hati, terhadap Illahi, dan etika sosial. Etika
sosial jauh lebih luas dari etika individual karena hampir semua kewajiban
manusia bergandengan dengan kenyataan bahwa ia merupakan makhluk sosial. Dengan
bertolak dari martabat manusia sebagai pribadi yang sosial, etika sosial
membahas norma-norma moral yang seharusnya menentukan sikap dan tindakan
antarmanusia. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai
wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu. Di sini termasuk misalnya
kewajiban-kewajiban di sekitar permulaan kehidupan, masalah pengguguran isi
kandungan dan etika seksual, tetapi juga norma-norma moral yang berlaku dalam
hubungan dengan satuan-satuan kemasyarakatan yang berlembaga seperti etika
keluarga, etika pelbagai profesi, dan etika pendidikan. Dan di sini termasuk
juga etika politik atau filsafat moral mengenai dimensi politis kehidupan
manusia.
Dimensi politis
manusia adalah dimensi masyarakat sebagai keseluruhan. Ciri khasnya adalah
bahwa pendekatan itu terjadi dalam kerangka acuan yang berorientasi pada
masyarakat sebagai keseluruhan. Dimensi di mana manusia menyadari diri sebagai
anggota masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya
dan ditentukan kembali oleh tindak-tanduknya.
Ada dua cara untuk menata masyarakat yaitu penataan
masyarakat yang normatif dan yang efektif. Lembaga penata normatif masyarakat
adalah hukum. Hukumlah yang memberitahukan kepada semua anggota masyarakat
bagaimana mereka bertindak. Hukum terdiri dari norma-norma bagi kelakuan yang
betul dan salah dalam masyarakat. Hukum hanya bersifat normatif dan tidak
efektif. Artinya, hukum sendiri tidak dapat menjamin agar orang memang taat
kepada normanya.
Yang dapat secara efektif menentukan kelakuan masyarakat
hanyalah lembaga yang mempunyai kekuasaan untuk memaksakan kehendaknya. Lembaga
itu adalah negara. Penataan efektif masayarakat adalah penataan yang de facto,
dalam kenyataan, menentukan kelakuan masyarakat.
Dengan demikian hukum dan kekuasaan adalah bahasan dari
etika politik. Dalam hal ini lebih difokuskan pada etika birokrasi
sebagai bagian dari etika politik.
Etika birokrasi berkaitan erat dengan moralitas dan
mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan itu
sendiri yang tercermin dalam fungsi pokok pemerintahan: fungsi pelayanan,
pengaturan/regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Etika penting
dalam birokrasi. Pertama, masalah yang ada dalam birokrasi semakin lama semakin
komplek. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan
kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi. Birokrasi melakukan adjusment
(penyesuaian) yang menuntut discretionary power (kekuatan
pertimbangan/kebijaksanaan) yang besar.
Pemerintah
memiliki pola prilaku yang wajib dijadikan sebagai pedoman atau kode etik
berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam birokrasi harus ditimbulkan dengan
berlandaskan pada paham dasar yang mencerminkan sistem yang hidup dalam
masyarakat harus dipedomani serta diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika
yang perlu dijadikan pedoman dan perlu dipraktekkan secara operasional antara
lain:
Aparat wajib mengabdi kepada kepentingan umum
Aparat adalah motor penggerak “head“ dan “heart“ bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Aparat harus berdiri di tengah-tengah, bersikap terbuka dan
tidak memihak (mediator)
Aparat harus jujur, bersih dan berwibawa
Aparat harus bersifat diskresif, bisa membedakan mana yang
rahasia dan tidak rahasia, mana yang penting dan tidak penting
Aparat harus selalu bijaksana dan sebagai pengayom.
Berbagai sifat psikis, kepribadian (jatidiri), harga dirii,
kejujuran yang diisyaratkan oleh teori sifat pada hakikatnya merupakan kode
etik bagi siapapun yang akan bertugas sebagai aparat. Aparat seyogyianya tidak
bekerja terkotak-kotak, menganggap dialah yang penting atau menentukan,
seharusnya aparatur bekerja secara menyeluruh. Oleh sebab itu tidak hanya
mementingkan bidangnya sendiri-sendiri. Dalam kaitan itu dipandang penting pula
koordinasi, sinkronisasi, integrasi. Sehingga dapat berbuat dan bertindak
sesuai dengan tingkah laku dan perilaku aparatur yang terpuji.
Etika terbentuk
dari aturan pertimbangan yang tinggi. Yaitu benar vs tidak benar dan pantas vs
tidak pantas. Prilaku dan tindakan aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi
dan kerjanya, apakah ia menyimpang dari aturan dan ketentuan atau tidak, untuk
itu perlu aturan yang tegas dan nyata, sebab berbicara tentang etika biasanya
tidak tertulis dan sanksinya berupa sanksi sosial yang situasional dan
kondisional tergantung tradisi dan kebiasaan masyarakat tersebut. Maka dituntut
adanya payung hukum.
Peraturan kepegawaian sebagai bagian dari penerapan etika
birokrasi. Peraturan ini tertuang dalam Kode Etik Pegawai Negeri. Akan tetapi
kode etik ini belum kentara hasil dan fungsinya. Namun, dengan kode etik ini
mengupayakan aparat birokrasi yang lebih jujur, bertanggung jawab, disiplin,
rajin, memiliki moral yang baik, tidak melakukan perbuatan tercela seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu usaha dan latihan serta
penegakan sanksi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode etik
atau aturan yang ditetapkan.
Ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh birokrasi, antara
lain :
Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau perusahaan
swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabatan kedinasan,
Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada saat
ia melakukan transaksi untuk kepentingan dinas,
Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi pada
saat ia berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah,
Membocorkan informasi komersial/ekonomis yang bersifat
rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak,
Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar instansi
pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung izin pemerintah.
Selain itu, ada beberapa upaya untuk membenahi
praktek-praktek birokrasi yang kurang menyenangkan, antara lain:
Pembenahan suatu institusi yang telah berpraktek dalam jangka
waktu lama tidaklah gampang. Waktu yang cukup lama mutlak diperlukan. Yang
cukup penting dimiliki adalah perilaku adaptif dari birokrasi terhadap
perkembangan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat, sehingga mampu membaca
tuntutan dan harapan yang dibebankan ke pundaknya. Suatu komuniti yang semakin
kompleks dan rumit memerlukan bentuk-bentuk praktek birokrasi yang luwes dan
praktis. Pemotongan jalur-jalur hirarkis, merupakan salah satu keinginan dari
konsumen birokrasi.
Selaras dengan pemikiran Weber yang menempatkan birokrasi
dan birokrasi dapat bergandengan tangan. Menuntut birokrasi sebagai institusi
yang terbuka dan mampu untuk dipahami sesuai fungsinya. Kebijaksanaan dan
suasana demokratisasi sangat diperlukan, yakni memberi hak yang lebih luas bagi
masyarakat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
Selaras dengan akumulasi keinginan pemotongan jalur-jalur
hirarkis. Kebijaksanaan-kebijaksanaan menyangkut desentralisasi juga
diperlukan.
Faktor mental personal dari aparatur birokrasi dan perilaku
dari birokrat itu sendiri. Dituntut adanya keberanian moral untuk menyingkirkan
pandangan bahwa birokrasi adalah bureaucratic polity, serta menempatkan
prinsip-prinsip de-etatisme dan de-kontrolisasi pada proposisinya.
Birokrasi hendaklah merupakan rangkaian kegiatan sehari-hari
yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi didistribusikan melalui
cara-cara yang telah ditentukan dan dianggap sebagai tugas resmi.
Diorganisasikan dalam suatu kantor yang mengikuti prinsip hirarkis. Pelaksanaan
tugasnya diatur oleh suatu sistem peraturan perundang-undangan yang abstrak dan
mencakup juga penerapan aturan-aturan di dalam kasus-kasus tertentu.
Dilaksanakan oleh pejabat yang ideal melaksanakan tugas-tugasnya dengan
semangat formal dan bersifat pribadi, tanpa perasaan dendam atau nafsu.
Pekerjaan birokratis didasarkan pada klasifikasi teknis dan dilindungi dari
kemungkinan pemecatan sepihak. Berdasarkan pengalaman universal bahwa tipe
organisasi administratif yang murni dilihat semata-mata dari sudut teknis,
mampu mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.
Birokrasi sebagai
bagian law enforcement perlu direformasi dengan dimensi keadilan. Hal yang
diperlukan adalah: menuntaskan “national building“, memaksimalkan fungsi
lembaga-lembaga, membangun aturan hukum secara komprehensif serta membangun
moralitas aparat penegak hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar